Saturday, 8 December 2018

PENGERTIAN KONFORMITAS DALAM SOSIOLOGI

Bertamasya bersama teman di pantai.
Konformitas adalah Cara adaptasi di mana seseorang  mengikuti cara dan tujuan yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Anda tentu kerap melihat anak laki-laki bermain mobil-mobilan, sedangkan anak perempuan bermain boneka. Namun, bagaimana kesan Anda jika melihat anak perempuan bermain mobil-mobilan, sedangkan anak laki-laki bermain boneka?

Pada kasus pertama, apa yang dilakukan anak laki-laki dan anak perempuan tersebut umumnya dianggap sebagai hal yang wajar. Sementara pada kasus kedua, anak perempuan itu akan dianggap tomboi dan anak lakilaki itu akan dianggap "kemayu".

Anggapan terhadap kedua kasus itu merupakan contoh bahwa peran seseorang di masyarakat telah ditanamkan sejak kecil. Perilaku anak laki-laki dan anak perempuan pada kasus pertama dikatakan sesuai (konform) terhadap norma dan nilai masyarakat. Sementara pada kasus selanjutnya, kedua anak itu dianggap menyimpang karena tidak berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat (nonkonform).

sejak lahir, orang tua dan lingkungan sekitar kita berusaha membentuk kita agar berperilaku sesuai dengan jenis kelamin kita. Anak laki-laki diharapkan berperilaku aktif, menyukai tantangan, berani, dan kreatif, sementara anak perempuan diharapkan berperilaku lembut. Oleh karenanya, sering kita jumpai anak laki-laki mendapat mainan mobil-mobilan, alat-alat elektronik, atau mainan perang-perangan, sedangkan anak perempuan mendapat mainan boneka atau alat-alat memasak.

Melalui proses sosialisasi, identitas jenis kelamin seorang anak ditanamkan. Anak akan bersikap konformis terhadap peran sebagai anak perempuan atau anak laki-laki sesuai dengan harapan masyarakat.

Proses sosialisasi menghasilkan konformitas. Menurut John M. Shepard, konformitas merupakan bentuk interaksi ketika seseorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat tempat tinggalnya. Konformitas berarti proses penyesuaian diri dengan masyarakat dengan cara menaati norma dan nilai yang dianut masyarakat. Sementara itu, perilaku yang menyimpang atau tidak sesuai dengan norma dan nilai dalam masyarakat disebut sebagai perilaku nonkonformis atau perilaku menyimpang (deviant behavior).

Pada dasarnya, kita semua cenderung bersifat konformis. Kita cenderung menyesuaikan diri dengan orang lain atau dengan kelompok tempat kitaberinteraksi sehari-hari. Contoh, teman-teman kita berencana pergi ke pantai pada akhir pekan. Kita yang tadinya berniat tinggal di rumah akhirnya ikut pergi karena melihat teman-teman kita pergi.

Konformitas pada masyarakat tradisional berbeda dengan masyarakat modern. Konformitas masyarakat tradisional terhadap norma dan nilai sosial yang berlaku sangat kuat. Pada masyarakat tradisional dengan tradisi yang masih sangat kuat, norma dan nilai sosial berlaku secara turun-temurun. Isi norma dan nilai tersebut tidak banyak berubah dari satu generasi ke generasi berikutnya. Norma dan nilai sosial pada masyarakat tradisional cenderung homogen sebab pengaruh dari luar masih kurang. Penyimpangan dalam masyarakat tradisional tidak dibenarkan karena dianggap mengganggu tradisi.

Sementara pada masyarakat modern seperti di kota, anggota-anggotanya selalu berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan karena kota merupakan jalan masuk bagi pengaruh-pengaruh luar. Oleh karena itu, konformitas di daerah perkotaan sangat kecil dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bahkan konformitas pada masyarakat perkotaan kadang dianggap sebagai penghambat kemajuan.