Thursday, 24 January 2019

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MENYIMPANG DAN SOSIALISASI YANG TIDAK SEMPURNA

Contoh perilaku menyimpang


Setiap pelaku sosialisasi mempunyai fungsi masing-masing yang seharusnya saling melengkapi. Pada kenyataannya, sering terjadi ketidaksepadanan antara pesan yang disampaikan pelaku sosialisasi yang satu dengan pelaku sosialisasi yang lain. Ketidaksepadanan ini membuat proses sosialisasi menjadi kurang sempurna. contohnya, orang tua memberikan pesan untuk tidak merokok kepada anaknya. Namun, si anak melihat atau membaca di media massa bagaimana rokok diiklankan dengan sangat menarik, la juga melihat bahwa teman teman di kelompok bermainnya merokok. Anak itu akan mengalami konflik batin antara menghargai norma atau nilai dari orangtua atau memilih nomila yang berkembang pada kelompok bermainnya atau teman sebayanya.

Pada kondisi di atas, ada kemungkinan anak akan berperilaku menyimpang Jika anak mengikuti pesan orangtuanya, ia akan menyimpang dari nilai dan norma kelompoknya. Sebaliknya jika anak itu mengikuti pesan dari kelompok bermainnya, maka ia akan menyimpang dari nilai dan norma keluarganya.

Ketidaksepadanan pesan yang disampaikan oleh pelaku-pelaku sosialisasi  juga bisa dilihat dari maraknya perkelahian antarpelajar yang menjurus pada tindakan kriminal, seperti pembunuhan dan perusakan. Perilaku seperti ini akan menghancurkan sendi-sendi kemasyarakatan maupun kenegaraan. Kekerasan dianggap sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah.

Norma-norma dan nilai sosial keagamaan yang diajarkan sejak kecil tidak berjalan dengan sinkron jika dihadapkan pada kenyataan dalam masyarakat.  para orang tua dan pemimpin tidak cukup terbuka untuk menyampaikan kenyataan dalam masyarakat. Akibatnya, anak-anak dan remaja akan mencari sendiri, misalnya melalui media massa seperti televisi. Mereka kemudian membuat pembenaran atau persepsi sendiri atas suatu perbuatan. Contoh, banyak film yang menampilkan kekerasan yang sebetulnya tidak sesuai dengan nilai-nilai agama atau keluarga. Namun, kurangnya penjelasan dan orang tua maupun pelaku sosialisasi lainnya membuat mereka berpersepsi bahwa tokoh-tokoh keras adalah pahlawan. Persepsi ini akan terbawa ketika mereka menghadapi persoalan dengan sesama pelajar. Terjadilah tawuran.

Perilaku menyimpang juga bisa terjadi bila dalam proses sosialisasi, seseorang mengambil peran yang salah dari generalized others atau meniru perilaku yang salah. Contoh, dalam masyarakat terdapat pemimpin, baik itu pemimpin formal, seperti lurah atau bupati, maupun pemimpin nonformal, seperti pemuka agama atau pemimpin adat. Seorang pemimpin idealnya bertindak sebagai panutan yang memberi teladan bagi anggota masyarakat yang lain. Dalam masyarakat paternalistik seperti Indonesia, keteladanan pemimpin (patron) akan menjadi model bahkan kebenaran perilaku bagi bawahan atau anggotanya (klien). Namun, kadang seorang pemimpin justru memberi contoh yang salah kepada masyarakat, dengan melakukan kolusi, korupsi, manipulasi, dan nepotisme. Karena pelakunya memiliki kekuasaan, penyimpangan tersebut akhirnya diterima masyarakat sebagai "nilai atau norma" yang diikuti. Akhirnya penyimpangan tersebut berkembang dalam masyarakat.

Perilaku menyimpang juga terjadi pada masyarakat yang memiliki nilai nilai subkebudayaan yang menyimpang, yaitu suatu norma kebudayaan khusus yang bertentangan dengan norma kebudayaan yang dominan. Kebudayaan tersebut terdapat pada lingkungan masyarakat yang memiliki nilai-nilai yang berbeda dengan nilai-nilai yang dominan seperti di daerah kumuh, lokalisas pelacuran, dan lingkungan perjudian. Contohnya, di lingkungan kumuh, masalah etika kurang diperhatikan karena masyarakat lebih sibuk dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bagi kebanyakan dari mereka, Cekcok antarwarga dengan mengeluarkan kata-kata kasar, membuang sampah sembarangan, ataupun membunyikan radio keras-keras, menjadi hal biasa.